Pages

Assalamualaykum^-^

mari menebar kebaikan lewat tulisan. semoga bermanfaat^^

D-TAX 2011

Rabu, 15 Agustus 2012

Indonesia dengan Pajak yang Lebih Baik

0 komentar

Sebagai warga negara yang baik, maka sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk memberikan berbagai wujud kontribusi kepada negara tercinta kita ini, baik berupa ide, jasa, ataupun materi demi terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Salah satu bentuk wujud kontribusi yang sangat diharapkan oleh negara kita ini adalah dengan membayar pajak. Sebagaimana pengertian pajak menurut Prof.Rochmat Soemitro berikut, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir kepada sektor pemerintah), berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan), dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum”
Selain itu, pajak juga merupakan sumber penerimaan negara yang paling signifikan, karena di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara, pajak memiliki porsi terbesar yaitu sekitar 70%-80%. Maka bisa diambil suatu pemahaman, salah satu hal yang dapat dilakukan untuk membela negara kita ini yaitu dengan cara memenuhi kewajiban membayar pajak. Dengan begitu, secara tidak langsung kita ikut menyukseskan pembangunan yang nantinya akan menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan seluruh masyarakat
Seperti yang kita ketahui, pemerintah telah beberapa kali melakukan reformasi di bidang perpajakan sejak tahun 1983, yangmana tujuannya adalah meningkatkan rasio perpajakan. Namun dilihat pada kenyataannya sekarang, reformasi bisa dikatakan belum cukup berhasil karena pada kenyataannya penerimaan pajak kita masih belum optimal yang disebabkan oleh berbagai hambatan. Hambatan tersebut baik berasal dari wajib pajak dan juga karena sistem administrasi perpajakan itu sendiri ataupun dari si pegawai pajak.
Hambatan dalam penerimaan pajak sebagian besar berasal dari wajib pajak, baik karena rendahnya kesadaran mereka ataupun kurangnya pengetahuan mereka akan perpajakan.  Untuk hal yang pertama, rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya peran pajak dapat dibuktikan dengan data statistik 2011 dari Sensus Pajak Nasional bahwa dari jumlah penduduk 234.000.000, jumlah wajib pajak yang terdaftar hanya mencapai 15.911.576 baik orang pribadi maupun badan, dan yang menyampaikan SPT hanya 8.202.309 wajib pajak atau dengan tingkat kepatuhan 58,16 persen. Hal ini dapat dikarenakan kecenderungan masyarakat yang merasa terpaksa untuk membayar pajak, seperti kata pepatah “Nobody love tax” Setiap orang dan perusahaan pasti akan berusaha untuk membuat perhitungan pajak mereka menjadi  sekecil-kecilnya. Hal yang kedua yaitu kurangnya pengetahuan mereka mengenai perpajakan. Tidak semua masyarakat memahami sistem perpajakan apalagi setelah diberlakukannya sistem self assesment ini. Maka kebanyakan orang pribadi atau badan terutama yang tinggal di daerah terpencil jauh dari KPP tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kurangnya pengetahuan mereka ini juga sering mengakibatkan salah persepsi mereka mengenai pajak. Mereka mungkin sering berpikir untuk apa gunanya membayar pajak karena mereka memang tidak akan merasakan manfaat langsung dari pajak, ditambah lagi dengan adanya isu korupsi yang dilakukan pegawai pajak.
Hambatan selanjutnya yaitu yang berasal dari sistem administrasi perpajakan itu sendiri. Seperti yang kita ketahui hampir semua jenis pajak, kecuali PBB, telah menggunakan sistem self assesment. Dalam sistem Self Assesment dikenal istilah Advance Ruling, yaitu kewajiban yang dimiliki oleh fiskus untuk selalu menjawab dan mengkonsultasikan berbagai pertanyaan dan kebingungan Wajib Pajak terkait dengan hak dan kewajiban yang melekat pada diri mereka selaku Wajib Pajak. Dengan demikian, Wajib Pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan mereka sesuai dengan aturan dan perundangan yang berlaku. Namun dalam pelaksanaannya, sistem Advance Ruling ini menuai berbagai kendala, yaitu kekurangan sumber daya yang dimiliki oleh fiskus untuk melayani setiap pertanyaan dan kebingungan Wajib Pajak terkait dengan kewajiban perpajakan yang dimilikinya. Kendala ini berkaitan dengan kurangnya kapabilitas fiskus untuk memberikan panduan yang komprehensif bagi setiap wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.
Faktor yang juga dapat menjadi penghambat ialah terdapatnya pegawai pajak yang tidak jujur, profesional, dan berintegritas sehingga akhirnya mencoreng nama baik instansi perpajakan, mengurangi kepercayaan masyarakat pada instansi perpajakan, dan yang lebih buruk yaitu menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Namun saya yakin, dengan terus berusaha melakukan berbagai upaya yang bisa meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan administrasi perpajakan dan mewujudkan pajak yang lebih baik, Indonesia bisa menjadi lebih baik dengan pajak layaknya negara-negara maju seperti Amerika Serikat.
Upaya pertama yang mulai dilakukan Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2011 yaitu Sensus Pajak Nasional. Sensus Pajak Nasional adalah kegiatan pengumpulan data kewajiban perpajakan dengan mendatangi lokasi usaha / tinggal di seluruh wilayah Indonesia secara bertahap yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). SPN akan dilakukan terutama di sentra-sentra bisnis, kawasan perdagangan, kawasan perindustrian, dan kawasan pemukiman orang kaya, dengan tujuan penambahan jumlah Wajib Pajak (WP) terdaftar yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, perluasan basis pengenaan pajak yaitu objek pajak dan subjek pajak, pemutakhiran data antara yang tercatat di DJP dan data WP agar akurat, peningkatan kepatuhan kewajiban perpajakan, dan intinya yaitu peningkatan penerimaan pajak.
Untuk masyarakat awam atau kurang berpengetahuan tentang pajak dapat dilakukan upaya sosialisasi atau penyuluhan tentang pajak. Penyuluhan dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman, pelaporan, pengawasan dan persuasif. Pemahaman adalah poin penting yang harus diperoleh oleh masyarakat, di mana masyarakat harus mengerti apa itu pajak, bagaimana prosedur serta fungsinya. Kedua yaitu pelaporan yangmana dilakukan oleh penyuluh dengan menjelaskan uang pajak berasal dari mana saja, dikelola oleh siapa, dan diperuntukkan untuk apa. Pengawasan dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan atau penelitian. Dan yang terakhir yaitu persuasif, yaitu cara untuk memengaruhi dan mengajak orang lain untuk membayar pajak.
Upaya berikutnya yang mungkin belum dilakukan di Indonesia yaitu membentuk perangkat regulasi mengenai Advance Ruling. Seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, Advance Ruling merupakan alat pembantu penerapan sistem Self Assesment di negara-negara yang mengaplikasikan sistem self assesment. Secara konseptual, Advance Ruling memerlukan perangkat regulasi yang menjamin terpenuhinya hak Wajib Pajak untuk meminta arahan dan petunjuk prosedural disaat terbentur dengan peraturan yang ada. Praktek di berbagai negara menunjukkan bahwa pada mayoritas negara yang menerapkan sistem Self Assesment telah mengakomodasi hak tersebut lewat Undang-Undang Perpajakannya. Serta sistem ini dikenal sebagai kunci keberhasilan sistem self assesment bagi negara-negara tersebut.
Kesimpulannya, Pajak merupakan bagian terpenting dari setiap negara termasuk Indonesia, yang digunakan untuk membiayai pembangunan nasional untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Di Indonesia terdapat berbagai hambatan yang mengakibatkan penerimaan pajak menjadi kurang optimal. Hambatan tersebut terutama didominasi oleh wajib pajak yang kurang berpengetahuan tentang pajak atau karena rendahnya kesadaran mereka tentang pajak atau karena salah persepsi mengenai pajak. Serta hambatan dari sistem perpajakan itu sendiri. Namun, berbagai hambatan tersebut dapat diminimalisir dengan melakukan berbagai upaya yang bisa meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan administrasi perpajakan dan mewujudkan pajak yang lebih baik. Maka Indonesia bisa menjadi lebih baik dengan pajak layaknya negara-negara maju seperti Amerika Serikat.

0 komentar:

Posting Komentar